Pasal 31 Ayat (10) UUD 1945 menyatakan, "Setiap warga negara berhak
mendapat pendidikan". Makna yang terkandung dalam bunyi pasal itu tidak
mengecualikan siapa pun, termasuk mereka yang miskin.
Istilah "Si Miskin Dilarang Sekolah" tentu tidak berlaku karena
pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) telah mengucurkan bantuan dana pendidikan melalui Program
Bantuan Siswa Miskin (BSM).
Program BSM bahkan menjadi satu dari enam program prioritas
Kemendikbud pada 2014 nanti. Adapun lima program prioritas lainnya ialah
Pendidikan Menengah Universal (PMU), Kurikulum 2013, peningkatan
kualitas guru, rehabilitasi sarana prasarana, dan afirmasi daerah 3T.
Program BSM adalah program nasional yang bertujuan untuk
menghilangkan halangan siswa miskin bersekolah dengan membantu mereka
memperoleh akses pelayanan pendidikan yang layak, mencegah putus
sekolah, dan menarik siswa miskin untuk bersekolah kembali. BSM juga
ditujukan untuk membantu siswa memenuhi kebutuhan dalam kegiatan
pembelajaran dan mendukung Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar
Sembilan Tahun, bahkan hingga Pendidikan Menengah Universal (PMU).
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh
mengatakan, tidak boleh ada alasan faktor ekonomi menjadi penghalang
anak mendapatkan layanan pendidikan.
"Karena itu, harus dipastikan semua anak dari keluarga miskin bisa
bersekolah dan jangan sampai putus sekolah," tegasnya.
Program BSM bersifat bantuan langsung kepada siswa, dan bukan
merupakan beasiswa. BSM diberikan berdasarkan kondisi ekonomi siswa, dan
bukan berdasarkan prestasi. Sementara beasiswa diberikan dengan
mempertimbangkan prestasi siswa. Dana BSM diberikan kepada siswa mulai
dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, di sekolah-sekolah yang
berada di bawah naungan Kemendikbud maupun Kementerian Agama (Kemenag).
Pasca pengurangan subsidi untuk bahan bakar minyak (BBM), besaran BSM
naik sebesar 10 persen. SD dan MI dari Rp 350.000/siswa per tahun
menjadi 450.000/siswa per tahun, sedangkan untuk SMP dan MTs dari Rp
560.000/siswa per tahun menjadi Rp 750.000/siswa per tahun.
Sementara itu, besaran BSM untuk siswa SMA, SMK, dan MA tetap
berjumlah Rp 1 juta/siswa per tahun. Khusus untuk perguruan tinggi, BSM
diberikan dengan nama Bidikmisi (Beasiswa Pendidikan untuk Mahasiswa
Miskin). Mahasiswa miskin yang mendapat Bidikmisi akan menerima bantuan
pendidikan minimal sebesar Rp 600.000/mahasiswa per semester atau Rp 1,2
juta per tahun.
Siswa SD penerima BSM langsung dapat sekolah di SMP dan wajib
mendapat BSM. Demikian juga setelah lulus SMP, mereka dapat melanjutkan
ke SMA dan wajib menerima BSM. Jika prestasi akademiknya baik, siswa
tersebut bahkan bisa mendapatkan beasiswa Bidikmisi di perguruan tinggi.
Pendataan
Berdasarkan data BPS tahun 2013, rata-rata nasional angka putus
sekolah usia 7–12 tahun mencapai 0,67 persen atau 182.773 anak; usia
13–15 tahun sebanyak 2,21 persen, atau 209.976 anak; dan usia 16–18
tahun semakin tinggi hingga 3,14 persen atau 223.676 anak.
Provinsi terbanyak siswa putus sekolah usia 7–12 tahun dan 13–15
tahun adalah Jawa Barat hingga masing-masing 32.423 anak dan 47.198
anak. Pada usia 16–18 tahun, distribusi putus sekolah terbanyak di
Provinsi Jawa Timur mencapai 35.546 anak.
Karena itu, diharapkan, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota aktif mencari
dan mendata anak putus sekolah. Anak-anak tersebut wajib dikembalikan
ke sekolah. "Harus ada gerakan mencegah anak putus sekolah. Pemerintah
ingin stop anak-anak putus sekolah karena alasan apa pun," ujar
Mendikbud.
Dana BSM dapat dimanfaatkan siswa untuk membeli perlengkapan
(misalnya buku pelajaran, alat tulis, sepatu, dan tas), biaya
transportasi ke sekolah/madrasah, dan uang saku untuk sekolah. Dana BSM
dapat dibatalkan jika siswa penerima BSM berhenti sekolah, menerima
beasiswa dari instansi atau sumber lain, telah didakwa dan terbukti
melakukan tindakan kriminal, dan tidak lagi masuk dalam kriteria siswa
miskin.
Sebagai program nasional untuk rakyat miskin, manajemen BSM dilakukan
bekerja sama dengan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
(TNP2K). Anggota Pokja Pengendali Program Bantuan Sosial TNP2K Dyah
Larasati mengatakan, BSM ditujukan kepada 16,6 juta anak usia sekolah.
Lebih lanjut, ia mengatakan, untuk mendapatkan BSM, rumah tangga
penerima Kartu Perlindungan Sosial (KPS) cukup membawa KPS ke
sekolah/madrasah tempat siswa terdaftar untuk dicalonkan sebagai
penerima manfaat program BSM.
Sementara itu, beberapa hasil dari evaluasi dan studi berlanjut
terhadap pelaksanaan Program BSM, kelemahan terdapat di ketidaktepatan
penetapan sasaran BSM. Hasil evaluasi itu menemukan banyaknya rumah
tangga tidak miskin yang menerima BSM.
Wakil Kepala Bidang SDM dan Administrasi Pusat Studi Kependudukan dan
Kebijakan Universitas Gadjah Mada (UGM) Pande Made Kutanegara
mengatakan, anggaran atau alokasi biaya pendidikan yang dikeluarkan oleh
masing-masing rumah tangga sesungguhnya cukup besar. Jika tidak ada
upaya dari pemerintah, kelompok rumah tangga miskin akan semakin sulit
untuk mengenyam pendidikan.
"'Tidak hanya akses, persoalan pendidikan juga merupakan persoalan
aset. Jika orang tidak mempunyai aset atau uang, dia tidak bisa
bersekolah,'" tuturnya.
Pande berharap, melalui skema KPS, rumah tangga miskin yang menerima
KPS dan memiliki anak usia sekolah berhak untuk mendapatkan BSM.
0 komentar:
Posting Komentar